Bulan yang Istimewa
Berkumandanglah
di seluruh dunia, di seluruh negeri yang telah menerima agama ini suara-suara
hamba yang menyeru Khalik-nya, terasalah suasana lain dari yang lain, yang
tidak terdapat pada agama dan golongan lain.
Sebulan
penuh beribadat, berdzikir, Tilawatil Quran, Saleh dan upaya melupakan dunia untuk mecintai Allah SWT saja. Bertemulah
dalam bulan ini jiwa murni Muslimin, baik ia di Timur ataupun di Barat, yang
alim ataupun yang jahil, yang miskin ataupun yang kaya, yang menetap ataupun
yang musafir, penghuni istana ataupun yang tinggal dalam gubuk, terasa suasana
Ramadan yang khas.
Pada
siang hari orang nampak lemah gemulai namun bila hari telah mulai malam,
kelihatanlah wajah kembali bersinar dan hidup, terang lampu-lampu di jalan,
penuh masjid, surau dan langgar oleh jamaah. Berkumandanglah suara azan, seruan
Al-Quran, panggilan bertarawih. Di kampung-kampung kedengaran suara kanak-kanak
membangunkan orang tua-tua untuk makan sahur.
Suara
ini terdapat di Sabang- Merauke, Jakarta atau Samarinda apalagi di kota Mekah
dan Madinah. Dalam masyarakat Islam itu, dalam suasana Ramadan, tidak ada yang
terang-terangan merokok atau makan di siang hari dimuka orang lain, kecuali
orang-orang yang memang sengaja mengejek dan mencari musuh, sebagaimana yang
kadang-kadang kelihatan gejalanya di musim kini.
Inilah
kehidupan yang lemah gemulai di siang hari dan kehidupan malam di bulan puasa
negeri Islam, yang lain dari yang lain.
Tak ayal,
Ramadan ini adalah madrasah untuk menggembleng spiritualitas. Ibadah puasa menjadi
sarana untuk meningkatkan kualitas ibadah, tapi juga kualitas penghambaan kita
kepada Allah SWT.
Berkaitan
dengan itu, Allah berfirman,” Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagai mana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Buah dari
puasa adalah takwa. Derajat takwa tidak akan bisa dicapai jika hanya mengandalkan
puasa jasmani semata. Barangkali puasa seperti inilah yang diwanti-wanti oleh
Rasulullah S.A.W, ”Banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apapun
dari puasanya kecuali rasa lapar saja.” (HR. Imam Ahmad). Dalam berpuasa, kita
harus mampu menahan lapar, dahaga, nafsu, pancaindra, dan juga menghindari apa
saja yang dilarang hati nurani. Di tahap itulah akal dan pikiran kita juga
mesti ikut berpuasa.